gudang ilmuku sekarang

Kamis, 10 November 2011

penggunaan tes dalam bimbingan dan konseling


BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN TES PSIKOLOGI
Kata test berasal dari bahasa latin : testum, yaitu alat untuk mengukur tanah. Dalam bahasa Perancis kuno kata tes berarti ukuran yang dipergunakan untuk membedakan emas dan perak dari logam – logam yang lain. Lama kelamaan arti test menjadi umum. Di dalam lapangan psikologi kata test mula – mula dipergunakan oleh J.M.Cattel pada tahun 1980, dan sejak itu makin popular sebagai nama metode psikologi yang dipergunakan untuk menentukan(mengukur) aspek – aspek tertentu dari para kepribadian.Sumadi Surjabrata merumuskan Tes adalah pertanyaan – pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah – perintah yang harus dijalankan, yang berdasarkan atas bagaimana testee melakukan perintah – perintah itu penyidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkannya dengan standard atau testee yang lain. Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian diatas yaitu test, testing, tester dan testee, yang masing-masing mempunyai pengertian berbeda namun erat kaitannya dengan tes:
  1. Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian,
  2. Testing berarti saat dilaksanakannya pengukuran dan penilaian atau saat pengambilan tes
  3. Tester artinya orang yang melaksanakan tes atau orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden
  4. Testee adalah pihak yang sedang dikenai tes.
Ada beberapa pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian tes, menurut Anne Anastasi dalam karya tulisnya  yang berjudul Psychological Testing, yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat digunakan  sebagai cara untuk mengukur dan membandingkan keadaan pskis atau tingklah laku individu. Menurut  Lee J. Cronbach dalam bukunya berjudul Essential of Psychological Testing, tes merupakan suatu perosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih. Sedangkan menurut Goodenough, tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau kelompok individu, yang dimaksud untuk membandingkan kecakapan satu sama lain.
Dari pengertian para ahli tersebut dalam dunia pendidikan dapat disimpulkan bahwa pengertian tes adalah cara yang digunakan atau prosedur yang ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang memberikan tugas dan serangkaian tugas yang diberikan oleh guru sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkat laku atau prestasi peserta didik.
B.     TUJUAN PENGGUNAAN TES
Penggunaan tes dalam konseling bertujuan untuk menyediakan informasi yang tidak ada sebelumnya untuk meninjau  informasi yang telah ada dengan tes psikologis ( bisa dengan tes yang sama atau dengan tes yang lain yang mempunyai fungsi yang sama). Secara khusus tujuan dari program testing adalah :
a.       Untuk keperluan seleksi,yaitu mendapatkan siswa-siswa yang memiliki potensi yang sesuai  dengan penempatan tuntutan sekolah.
b.      Untuk penempatan siswa sesuai dengan kemampuan masing-masing pada program pendidikan pada umumnya. Penempatan siswa sesu ai dengan kemampuannya dalam pendidikan disebut juga dengan penjurusan siswa.
c.       Untuk pelaksanaannya kegiatan sehari-hari. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah penggunaan hasil tes psikologis untuk konseling.
Pemakaian tes seperti ini disebut “teori keputusan” yang mengharuskan bahwa nilai informasi sejauh mungkin hendaknya meningkatkan keputusan-keputusan yang dibuat atau diambil dengan tidak menggunakan tes Informasi-informasi yang diperoleh ddari pengungkapan melalui tes psikologis dapat digunakan dalam tiga fase utama konseling, yaitu :

1.      Pra-Konseling
Penggunaan informasi dalam fase pra-konseling dimaksudkan untuk membantu konselor (dengan atau tanpa kerja sama dengan konseli) dalam menentukan jenis pelayanan apakah yang dibutuhkan oleh konseli. Para konselor yang bekerja dengan cara ini melihat masukan dan diagnosis sebagai suatu proses yang berkesinambungan yang berlangsung selama hubungan konseling. Setelah konselor dapat menentukan bahwa klien dapat diberi bantuan, ia  berusaha mengumpulkan informasi lebih lanjut tentang kliennya.
2.      Proses Konseling
Untuk dapat mebantu konseli dengan lebih baik konselor, memerlukan sejumlah pelayanan tertentu yang dapat digunakan untuk menghadapi konseli sesuai dengan karakteristiknya. Untuk itu konselor memerlukam metode, pendekatan, alat dan teknik mana  yang sebaiknya digunakan. Salah satu cara yang bisa membantu adalah system pengklasifikasian masalah.
3.      Konseling Akhir
Pada fase ini penggunaan tes biasanya sering dilakukan. Karakteristik yang paling umum dalam konseling ialah bahwa tes itu sendiri berhubungan dengan keputusan-keputusan dan rencana-rencana.Tujuan konseling, bagaimanapun juga adalah memberikan bantuan dalam membuat keputusan dan rencana-rencana untuk masa depan dan pemilihan alternative-alternatif tindakan secara realistic. Di dalam fase ini, tes memberikan sumbangan untuk proses perencanaan dan pemilihan dengan memberikan klien informasi tambahan (termasuk penjelasan dan konfirmasi informasi sebelumnya) tentang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan fakta-fakta sesuatu pekerjaan atau pendidikan.
Secara umum kegiatan program testing dilaksanakan atas dasar prinsip-prinsip :
a.       Bahwa setiap siswa akan belajar sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kemampuan ini harus diketahui oleh sekolah,agar siswa akan mendapatkan hasil yang maksimal dari kegiatan belajarnya.
b.      Ada beberapa perbedaan individual diantara masing-masing siswa dalam aspek-aspek bakat,intelegensi,sikap,kepribadian dan minat.
c.       Guru akan menghadapi siswa-siswa yang relative berbeda dari tahun ke tahun.
C.    PRINSIP-PRINSIP PEMILIHAN TES
Secara khusus prinsip-prinsip pemilihan tes, adalah:
1.      Penstukturan
Prosedur tes yang ditawarkan untuk dilakukan atau dilaksanakan sebaiknya dikomunikasikan kepada klien. Akan dilakukan di mana, kapan waktunya, apa saja yang harus disiapkan hendaknya dikomunikasikan kepada klien dengan suasana yang menyenangkan dan sungguh-sungguh.
2.      Konseli Tak Memilih Tes Tertentu
Konseli tidak dibebani tanggungjawab untuk menentukan tes mana yang paling baik untuk mengungkapkan karakteristik psikis yang dimilikinya.Hal ini merupakan hal yang harus disiapkan oleh konselor. Konseli biasanya memerlukan informasi yang sahih untuk mengambil satu atau lebih alternative tindakan, akan tampak aneh jika konselor tidak tahu harus memakai tes yang mana dan menyerahkannya kepada konseli.

3.      Keluwesan
Konseli tidak pernah mengemukakan ide-ide dan perasaannya dalam konsekuensi yang tersusun baik, konsisten, dan rasional selama wawancara perencanaan tes.Oleh karena itu konselor dituntut kemampuannya untuk mengenali konseli tidak hanya dari segi ucapan atau susunan kalimat saja, tetapi juga bahasa tubuh konseli. Jika konseli tampaknya enggan untuk melakukan tes, sebaiknya tidak perlu langsung dibahas secara panjang lebar perencanaan penggunaan tes tersebut.

D.    PEMILIHAN TES
Pemilihan tes bukan hanya sekedar  menerapkan prinsip-prinsip umum saja, melainkan juga menyangkut isi dan apa pengetesan itu sebenarnya. Ada dua tujuan utama dalam pengetesan. Pertama, untuk memilih tes yang paling tepat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu. Kedua, untuk memilih dan merencanakan yang sedikit banyak dapat memberikan sumbangan untuk pertumbuhan dan perkembangan klien.
a)      Metode pemilihan tes
            Dalam   pemilihan tes  dapat dilakukan dengan metode pemilihan tes  yang menyangkut tiga aspek tertentu, yaitu konselor, situasi dan konseli sendiri.
1)      Konselor
              Konselor dan corak kepribadiannya merupakan faktor utama di dalam menentukan keefektifan pendekatan pemilihan tes. Unsur yang kritikal ini menumbuhkan sikap atau keyakinan konselor (tentang kemampuan konseli)dalam membuat penilaian yang tepat tentang pemilihan tes. Konselor akan merasa didorong dan berusaha untuk berperan serta dalam membuat keputusan pemilihan tes. Konselor wajib selalu memeriksa dirinya apakah mempunyai wewenang yang dimaksud. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh konselor, diantaranya :
a.          Testing hanya bisa diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor yang berwenang adalah konselor yang telah menempuh pendidikan sertifikasi tes dalam bimbingan dan konseling
b.         Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan layanan.
c.          Konselor wajib memberikan orientasi yang tepat kepada klien dan orang tua mengenai alasan digunakannya tes disamping arti dan kegunaannya.
d.         Penggunaan suatu jenis tes wajib mengikuti secara ketat pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut.
e.          Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain. Dalam hal ini data hasil testing wajib diperlakukan setara dengan data dan informasi lain tentang klien.
f.          Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien.

2)      Situasi
             Di sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga dimana konselorsecara umum memegang peranan sebagai penasehat atau figur otoritas yang membuat keputusan.
3)      Konseli
             Konseli  pada umumnya, anak-anak dan remaja khususnya, biasanya menerima konselor sebagai orang yang mempunyai kemampuan dan kebijakan dalam memberikan bantuan. Mereka juga sering mengharapkan bantuanyang lebih bersifat kognitif, dimana tes dalam bagian ini menjadi amat penting.Kecenderunganseperti itu seringkali dihadapi oleh konselor.
b)      Mengadministrasikan Tes
·         Setting fisik
Tes akan diadministrasikan dalam kelas. Kondisi sama yang mendukung efektifitas belajar harus dilanjutkan selama tes. Ruang harus tenang, lampu terang, ventilasi bagus dan bebas interupsi.
·         Iklim Psikologi
Membuat iklim positif dalam atmosfer kelas, sehingga siswa dapat menghadapi situasi tes dengan relax. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi pengertian alasan tes dilakukan dan meyakinkan siswa bahwa persiapan tes yang bagus akan membantu siswa.
E.           Perencanaan Tes
Dalam merencanakan tes kita harus mengetahui karakteristik instrumen mengukur yang baik. Apa tujuan tes dan informasi apa yang ingin diperoleh dalam tes sangat penting diperhatikan dalam merencanakan tes. Hal- hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan tes adalah :
· Relevansi
Tes harus mengukur hasil yang merefleksikan pencapaian tujuan dan tujuan khusus suatu kursus. Tes harus mengandung materi yang telah diajarkan,selain tu tes juga mengukur hanya pengetahuan dan ketrampilan yang telah diajarkan dalam kursus
· Pengambilan sampel yang tepat.
Setiap item tes harus merefleksikan hasil pembelajaran yang diinginkan. Jika hal ni tidak mungin maka tes harus mencakup sampling representatitif hasil pembelajaran ang penting.
· Kondisi standar
Jika pengguna tes tidak menggunakan tes dibawah kondisi yang sama ( waktu yang diberikan sama, tingkat kesukaran dan content sama dsb ), perbedaan faktor akan mempengaruhi performance sehingga skor mereka tidak dapat langsung dibandingkan.
· Kesukaran yang sesuai
Kesukaran item didefinisikan sebagai persentase manusia yang menjawab item dengan benar.Kesukaran item ditentukan beberapa hal antara lain umur siswa. Dalam mastery testing item yang bagus akan dijawab benar oleh siswa yang menguasai materi. Dalam keadaan lain kesukaran item digunakan untuk menentukan grade, tujuan testing untuk membedakan antara siswa yang memiliki berbagai tingkat pengetahuan mengenai suatu subyek.
· Konsistensi
Konsistensi atau reliability adalah hal penting dalam tes karena jika tes tidak menguur secar konsisten skor individu akan bervariasi dari waktu ke waktu.s
· Skor yang penuh arti
Skor akan memberikan informasi yang berguna, skor yang akurat akan menggambarkan pencapaian siswa dan dapat digunakan untuk mengambil keputusan.
Dalam merencanakan suatu tes terdapat tiga metode.
·         Metode I merencanakan tes content/ skill. Pengukuran pencapaian disini dengan memperhatikan pengetahuan (dimensi isi) dan proses kognitif (dimensi skill). Jika kita akan mengembangkan dimensi skill dalam perencanaan kita harus dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasikan kognitif skill. Klasifikasi yang diberikan menggunakan Taxonomy of Educational Objectives : Cognitive Domain dari Bloom : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi.
·         Metode ke II adalah sampling objective yang mengukur pencapaian hasil pembelajaran yang diinginkan dan lebih menekankan kepada tujuan khusus perilaku.
·         Metode III adalah pendekatan kombinasi dengan mengembangkan content/skill tes dengan mengidentifikasi perilaku yang tepat pada setiap sel konten/ skill.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar